Rabu, 13 Februari 2008

Pesawat Pembom Rusia Dikejar Jet-Jet Tempur AS

Washington (ANTARA News) - Dua pesawat pembom Rusia TU-95 Bear terbang di atas lokasi sebuah kapal induk AS di Pasifik Barat di ketinggian 660 meter akhir pekan lalu, yang memicu jet-jet tempur AS melakukan pengejaran, kata seorang pejabat pertahanan, Senin waktu setempat (Selasa WIB).

Empat jet tempur AS F-18 mencegat pembom-pembom Rusia Sabtu pagi, tetapi bukan sebelum pembom-pembom itu terbang di atas lokasi kapal induk USS Nimitz, kata pejabat itu, yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Pesawat-pesawat tempur Jepang F-15 sebelumnya mengejar untuk mencegat dua Bear pembom lainnya, dan menggiring mereka ke luar dari daerah itu, kata seorang pejabat militer AS yang juga tidak bersedia disebutkan namanya.

Pemerintah Jepang mengeluarkan sebuah protes keras kepada Moskow, tetapi para pejabat Rusia membantah pesawat mereka memasuki wilayah udara Jepang.

Dua pesawat pembom lainnya terbang di selatan Jepang ketika mereka hampir berbelok menuju USS Nimitz, dan pesawat-pesawat kapal induk itu meluncur dan mencegat pembom-pembom itu," kata pejabat pertahanan itu.

Pesawat-pesawat F-18 menggiring pembom-pembom itu sampai mereka meninggalkan daerah itu, kata pejabat tersebut.

"Tidak ada komunikasi lisan antara pesawat Nimitz atau pesawat Rusia," kata pejabat tersebut.

Pejabat itu mengatakan salah satu dari pembom-pembom Rusia itu terbang langsung di atas lokasi kapal induk AS pada ketinggian 660 meter sementara pembom kedua terbang pada ketinggian yang sama.

Insiden itu terjadi pada saat Rusia menghidupkan kembali patroli-patroli udara jarak jauh seperti yang dilakukan pada saat Perang Dingin.

Ini adalah kedua kalinya sejak Juli 2004 sebuah pembom Bear Rusia terbang di sekitar lokasi kapal induk AS.

Insiden itu melibatkan kapal induk USS Kitty Hawk di Laut Jepang.

NImitz, yang sedang melakukan patroli rutin di Pasifik Barat saat insiden tersebut, Senin pulang ke pelabuhan Sasebo, Jepang, kata pejabat itu.

Tidak segera diketahui apakah AS menyampaikan protes-protes kepada Rusia.

Menteri Pertahanan AS Robert Gates bertemu dengan deputi PM Rusia pada hari berikutnya di sela-sela konferensi keamanan di Munich, Jerman, demikian AFP melaporkan.(Sumber)

TNI AL Laksanakan Pengadaan Ranpur Baru

JAKARTA--MI: KSAL Laksamana Sumarjono mengakui Dephan dan TNI sedang memproses pengadaan sejumlah ranpur baru untuk TNI AL. Diharapkan pengadaan yang direncanakan dari produsen luar negeri itu juga menyertakan proses transfer teknologi.

"Rencana pengadaan ada dan sudah diprogramkan oleh pemerintah sebagai penggganti sebagian ranpur yang ada sekarang. Jumlahnya menyesuaikan dengan kemampuan pemerintah," kata KSAL seusai sertijab Dankormar di Jakarta, Selasa (12/2).

Dia melanjutkan tahapan pengadaan dilaksanakan secara bertahap di Dephansesuai proses administrasi yang memerlukan waktu. Tentang spesifikasi ranpur, KSAL mengatakan ranpur tersebut berjenis tank amfibi yang bisa digunakan di laut, darat, dan menembak dengan tepat.

Sedangkan pendanaan adalah dana APBN dan dengan mekanisme Kredit Ekspor yang salah satunya sudah disepakati dengan Rusia.

"Pengadaan dari luar negeri karena tank amfibi masih termasuk barang yang canggih," ujarnya.

Namun menurut Sumarjono, pengadaan ranpur dari luar negeri itu harus dibarengi dengan transfer teknologi. Teknologi akan digunakan untuk membangun industri pertahanan dalam negeri.

"Kita harus bisa menarik teknologinya, jangan cuma membeli. Agar kita bisa bikin sendiri," tandas Sumarjono.

Terkait evaluasi alutsista tua menindaklanjuti perintah presiden mengandangkan alutsista tua, KSAL menyatakan pihaknya masih belum menyelesaikan proses tersebut. Dia memang mengakui sampai saat ini ada tim yang sedang melakukan evaluasi.

Namun hingga kini, pihaknya belum bisa menentukan alutsista mana yang dikategorikan sudah tua. "Jadikan itu perlu waktu yah. Tidak seperti yang teman-teman wartawan perkirakan, hari ini evaluasi hari ini jadi, karena jumlahnya banyak," kata dia.(Sumber)

Selasa, 12 Februari 2008

Penangguhan 15 Persen Anggaran Pertahanan 2008 Berdampak Pada Kesiapan Operasional

Jakarta, DMC- Pemerintah berencana melakukan penangguhan 15 persen dari total alokasi pagu Anggaran masing-masing Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2008 termasuk Dephan dan TNI. Apabila Dephan dan TNI harus melakukan penangguhan sebesar 15 persen dari anggaran pertahanan 2008 atau Rp 5,46 Trilyun, maka kemungkinan resiko yang ditimbulkan dari penundaan anggaran adalah menurunnya kesiapan operasional satuan yang sangat berkaitan dengan stabilitas nasional.
Hal itu dijelaskan oleh Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Laksda TNI Gunadi M.D.A, saat membuka Rapat Kerja Teknis Bidang Perencanaan Dephan dan TNI Tahun 2008, di Kantor Ditjen Renhan Dephan, Jakarta. Turut menjadi pembicara dalam Rakernis ini Waasrenum Panglima TNI Brigjen TNI Djafar Sofyan S.IP, perwakilan Direktur Anggaran III Ditjen Anggaran Depkeu Anton Sirait dan Direktur Pertahanan dan Keamanan Bappenas Rizky Ferianto.

Dirjen Renhan melanjutkan, kebijakan pengangguhan anggaran tersebut sesuai surat Menteri Keuangan tentang langkah dasar penghematan anggaran Kementerian Negara/Lembaga untuk mengamankan APBN 2008 dari defisit akibat perkembangan faktor eksternal dan internal terkait peningkatan harga minyak dunia. Dikatakannya, berdasarkan pengalaman, terganggunya stabilitas keamanan nasional akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam amanat pembukaan Dirjen Renhan, dijelaskan pula mengenai poin-poin yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan anggaran pertahanan. Untuk menyikapi kondisi keuangan pemerintah, Dephan dan TNI perlu merumuskan kembali kebutuhan anggaran untuk membangun minimum essential force dengan lima komponen minimum essential fund yang terdiri dari operasi, pendidikan dan latihan, kesiapsiagaan satuan, pemeliharaan, dan kesejahteraan prajurit TNI/PNS.

Poin selanjutnya, dalam memformulasikan prioritas sasaran program Dephan dan TNI diharapkan tetap mengacu pada tri tunggal sasaran pembangunan pertahanan mengingat dukungan anggaran pertahanan yang selalu di bawah kebutuhan minimal. Demikian pula dengan kebijakan pemerintah dalam pengadaan Alutsista TNI untuk dapat mengoptimalkan produksi dalam negeri. Karena itu anggaran Kredit Ekspor 2005-2009 akan dipisahkan untuk mengetahui jenis-jenis alutsista yang dapat diproduksi oleh BUMNIS dan yang harus dibeli dari luar negeri.

Dirjen Renhan mengatakan, dalam pengelolaan program dan anggaran pertahanan, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan bimbingan, pengkoordinasian dan pengendalian menggunakan prinsip dari bawah ke atas (bottom up) dan dari atas ke bawah (top down) serta menganut asas satu pintu (one gate policy). Diharapkan pada saat pengajuan kebutuhan anggaran oleh Mabes TNI dan Mabes Angkatan kepada Dephan, dilengkapi dengan dasar perhitungan yang benar dan data dukung yang akurat.

Sementara itu, dalam amanat Asrenum Panglima TNI Marsda TNI Dr Rio Mendung Thalieb yang dibacakan oleh Brigjen TNI Djafar Sofyan S.IP ditegaskan, ajuan alokasi penghematan terhadap anggaran TNI oleh Depkeu dalam upaya exercise atas penangguhan 15 persen anggaran pertahanan, diambil dari belanja modal tiap-tiap UO sehingga pada tahun 2008 hampir seluruh belanja TNI ditunda. Hal itu menurutnya akan beresiko sangat tinggi terhadap tidak terlaksananya pembangunan kekuatan TNI.

Kesiapan TNI yang akan terganggu antara lain seperti kesiapsiagaan satuan operasional TNI, peningkatan profesionalisme prajurit TNI dan peningkatan kesejahteraan prajurit beserta keluarganya. Penangguhan anggaran sebesar 15 persen tersebut juga berakibat kepada tidak terlaksananya pemeliharaan dan perbaikan alutsista TNI sehingga berpengaruh terhadap kesiapan operasional satuan dan pelaksanaan latihan puncak TNI atau Latgab tahun 2008. (DAS/HDY/DSC)

Penangguhan 15 Persen Anggaran Pertahanan 2008 Berdampak Pada Kesiapan Operasional

Jakarta, DMC- Pemerintah berencana melakukan penangguhan 15 persen dari total alokasi pagu Anggaran masing-masing Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2008 termasuk Dephan dan TNI. Apabila Dephan dan TNI harus melakukan penangguhan sebesar 15 persen dari anggaran pertahanan 2008 atau Rp 5,46 Trilyun, maka kemungkinan resiko yang ditimbulkan dari penundaan anggaran adalah menurunnya kesiapan operasional satuan yang sangat berkaitan dengan stabilitas nasional.
Hal itu dijelaskan oleh Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Laksda TNI Gunadi M.D.A, saat membuka Rapat Kerja Teknis Bidang Perencanaan Dephan dan TNI Tahun 2008, di Kantor Ditjen Renhan Dephan, Jakarta. Turut menjadi pembicara dalam Rakernis ini Waasrenum Panglima TNI Brigjen TNI Djafar Sofyan S.IP, perwakilan Direktur Anggaran III Ditjen Anggaran Depkeu Anton Sirait dan Direktur Pertahanan dan Keamanan Bappenas Rizky Ferianto.

Dirjen Renhan melanjutkan, kebijakan pengangguhan anggaran tersebut sesuai surat Menteri Keuangan tentang langkah dasar penghematan anggaran Kementerian Negara/Lembaga untuk mengamankan APBN 2008 dari defisit akibat perkembangan faktor eksternal dan internal terkait peningkatan harga minyak dunia. Dikatakannya, berdasarkan pengalaman, terganggunya stabilitas keamanan nasional akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam amanat pembukaan Dirjen Renhan, dijelaskan pula mengenai poin-poin yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan anggaran pertahanan. Untuk menyikapi kondisi keuangan pemerintah, Dephan dan TNI perlu merumuskan kembali kebutuhan anggaran untuk membangun minimum essential force dengan lima komponen minimum essential fund yang terdiri dari operasi, pendidikan dan latihan, kesiapsiagaan satuan, pemeliharaan, dan kesejahteraan prajurit TNI/PNS.

Poin selanjutnya, dalam memformulasikan prioritas sasaran program Dephan dan TNI diharapkan tetap mengacu pada tri tunggal sasaran pembangunan pertahanan mengingat dukungan anggaran pertahanan yang selalu di bawah kebutuhan minimal. Demikian pula dengan kebijakan pemerintah dalam pengadaan Alutsista TNI untuk dapat mengoptimalkan produksi dalam negeri. Karena itu anggaran Kredit Ekspor 2005-2009 akan dipisahkan untuk mengetahui jenis-jenis alutsista yang dapat diproduksi oleh BUMNIS dan yang harus dibeli dari luar negeri.

Dirjen Renhan mengatakan, dalam pengelolaan program dan anggaran pertahanan, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan bimbingan, pengkoordinasian dan pengendalian menggunakan prinsip dari bawah ke atas (bottom up) dan dari atas ke bawah (top down) serta menganut asas satu pintu (one gate policy). Diharapkan pada saat pengajuan kebutuhan anggaran oleh Mabes TNI dan Mabes Angkatan kepada Dephan, dilengkapi dengan dasar perhitungan yang benar dan data dukung yang akurat.

Sementara itu, dalam amanat Asrenum Panglima TNI Marsda TNI Dr Rio Mendung Thalieb yang dibacakan oleh Brigjen TNI Djafar Sofyan S.IP ditegaskan, ajuan alokasi penghematan terhadap anggaran TNI oleh Depkeu dalam upaya exercise atas penangguhan 15 persen anggaran pertahanan, diambil dari belanja modal tiap-tiap UO sehingga pada tahun 2008 hampir seluruh belanja TNI ditunda. Hal itu menurutnya akan beresiko sangat tinggi terhadap tidak terlaksananya pembangunan kekuatan TNI.

Kesiapan TNI yang akan terganggu antara lain seperti kesiapsiagaan satuan operasional TNI, peningkatan profesionalisme prajurit TNI dan peningkatan kesejahteraan prajurit beserta keluarganya. Penangguhan anggaran sebesar 15 persen tersebut juga berakibat kepada tidak terlaksananya pemeliharaan dan perbaikan alutsista TNI sehingga berpengaruh terhadap kesiapan operasional satuan dan pelaksanaan latihan puncak TNI atau Latgab tahun 2008. (DAS/HDY/
DSC)

TERBENTUR ANGGARAN, TNI AU RAMPINGKAN TIPE PESAWAT

Jakarta, Mabes TNI akan melakukan perampingan tipe pesawat mulai 2008 hingga 2019, dari 25 menjadi 18 tipe untuk menghemat biaya pemeliharaan dan perawatan mengingat terbatasnya anggaran yang dialokasikan pemerintah.

"Perampingan itu memang kebijakan kita hingga 2019, terkait kekuatan pokok minimum (minimum essential force)," kata Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Madya I Gusti Made Oka ketika dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Senin.

Perampingan tipe pesawat itu, tambah dia, dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi kesiapan dari masing-masing alutisista (alat utama sistem senjata).

"Perampingan tidak serta merta dilakukan begitu saja. Contohnya, kita punya rencana meniadakan OV-10 Bronco, helikopter Twinpack, dan Hawk MK53. Itu tidak bisa dihilangkan begitu saja, ada beberapa pertimbangan yang diperlukan," ujarnya.

Selain OV-10F Bronco yang telah beroperasi lebih dari 30 tahun, ada C-212 Aviocar, F-27 Troopship, S-58T Twinpack dan Hawk MK53 serta C-130B yang akan di-round down sejalan umur pesawat itu sendiri.

Di sektor pesawat angkut kelas berat, TNI AU akan mengurangi jenis varian Hercules yang digunakan selama ini menjadi varian tipe B, untuk heli Super Puma L1 dan Puma akan dihilangkan dan digantikan perannya oleh Super Puma L2.

Sedangkan untuk pesawat tempur, tambah Oka, dengan 18 tipe pesawat serta penambahan F-16 dan Sukhoi Su-27/30 diharapkan biaya pemeliharaan dan perawatan bisa dihemat.(Sumber)

Berita Terkait :
TNI-AU Segera Bentuk Tim Evaluasi Alutsista

Pasukan Australia masuki Timor Leste Penduduk sambut pasukan asing

Ibukota Timor Leste dilaporkan tenang meskipun sedikit tegang hari Jumat sementara pasukan asing tiba untuk mengatasi bentrokan antara kekuatan keamanan setempat dan bekas tentara.

Wartawan BBC, Phil Mercer, melaporkan penduduk berangsur angsur kembali ke ibukota Dili sementara pasukan Australia tiba disana.

Tetapi tembakan terdengar dari diluar kota dan staf kedutaan asing masih meninggalkan Dili.

Australia, Portugal, Malaysia dan Selandia sepakat mengirimkan pasukan.

      JANJI PASUKAN ASING
  • Australia: 1.300
  • Malaysia: 500
  • Selandia Baru: 120
  • Portugal: 120

Sembilan orang tewas hari Kamis, ketika seorang polisi tidak bersenjata ditembak mati pasukan. Militer Timor Leste menduganya membantu para pemberontak.

Australia memberikan bantuan militer kepada Timor Leste saat memimpin pasukan pimpinan PBB tahun 1999 untuk mengakhiri keributan yang dipicu jajak pendapat dimana penduduk memilih memisahkan diri dari Indonesia.

Hari Kamis, Dewan Keamanan PBB mendukung penempatan pasukan asing di Timor Leste, satu tahun setelah pasukan perdamaian PBB pergi.

Pertumpahan darah di markas polisi

Saksi mata melaporkan suara tembak menembak dari pegunungan di sekitar Dili Jumat pagi.

Penduduk lain mengatakan kepada media Australia terjadinya tembak menembak di dekat markas polisi, tempat jatuhnya korban tewas hari Kamis.
Peta Timor Leste


"Sementara polisi yang tidak bersenjata dibawa keluar, tentara menembaki mereka, menewaskan sembilan orang dan melukai 27 orang lainnya," kata jurubicara PBB, Stephane Dujarric, kepada kantor berita Associated Press.

Meskipun terjadi keributan, menteri pertahanan Australia, Brendan Nelson, menegaskan rombongan pertama pasukannya sudah memperbaiki keadaan.

"Dengan adanya sekitar 220 tentara di lapangan, kestabilan tercipta di Timor Leste dan Dili semalam," katanya kepada radio Australia hari Jumat.

"Dalam waktu 24 sampai 48 jam ke depan, sisa dari 1.300 pasukan yang dijanjikan akan diturunkan,"katanya.

Kekuatan Malaysia yang lebih kecil juga telah tiba.

Pasukan asing dijadwalkan di tempat tempat penting di ibukota dalam beberapa hari ke depan, untuk memisahkan kelompok yang berperang, seperti yang dikatakan menteri luar negeri Timor Leste, Jose Ramos-Horta.

Ia menambahkan pasukan Timor Leste akan kembali ke barak barak mereka di luar kota.

Pemberhentian

Keributan mulai terjadi bulan Maret, ketika hampir 600 pasukan resmi dari 1.400 kekuatan keseluruhan melakukan pemogokan mendesak perbaikan. Mereka kemudian diberhentikan.

Kekerasan meningkat dan lima orang tewas dalam bentrokan bulan April, puluhan ribu warga Dili mengkhawatirkan kerusuhan akan terjadi kembali.(Sumber)

Berita Terkait :
Pasukan Keamanan Tambahan Australia Tiba di Dili Selasa
Kapal Perang Australia Tiba di Lepas Pantai Timor Leste


Senin, 11 Februari 2008

Melepas Kebergantungan pada Asing

TENGGELAMNYA panser amfibi BTR-50P milik TNI AL di Pantai Banongan, Situbondo, Jatim, awal tahun ini, membuka mata pemerintah tentang kondisi alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini.

Oleh karena itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Rapat Pimpinan TNI 2008 mengungkapkan, TNI harus memprioritaskan pembelian alutsista dan peralatan dari dalam negeri. Langkah ini diambil selain untuk mengantisipasi minimnya anggaran, juga untuk mengurangi kebergantungan pada luar negeri. Sejurus itu, anggota Komisi I DPR Happy Bone Zulkarnain mengungkapkan, memang sudah saatnya Indonesia mengembangkan industri pertahanan dalam negeri yang dimiliki.

“Jika kita bersandar pada industri dalam negeri, tidak akan bisa didikte oleh negaranegara lain, termasuk Amerika (AS) karena embargo-embargo itu,” ungkapnya. Yang jadi pertanyaan kemudian, siapkah industri dalam negeri memenuhi kebutuhan alutsista TNI? Saat ini dari tiga industri pertahanan yang dimiliki Indonesia, yakni PT Pindad,PT PAL,dan PT Dirgantara Indonesia (DI), menurut Happy,ketiganya sedang mengalami lesu darah.

Ketiga industri pertahanan ini belum bisa menunjukkan performa secara maksimal. Sebagai contoh, kasus PT DI yang sempat dinyatakan pailit tahun lalu. Ini akibat produsen pesawat terbang kebanggaan Indonesia tidak mampu membayar utang yang mereka tanggung.Dengan modal yang cukup besar, teknologi yang memadai serta usia yang cukup berumur, perusahaan yang dirintis mantan menteri riset dan teknologi di era Orde Baru,BJ Habibie, itu tidak mampu bersaing dengan industri pesawat terbang lainnya.

“Itu Embraier (industri pesawat terbang Brasil) kalau dilihat modalnya lebih kecil dari PT DI. Kemudian, pendirian juga lebih dulu PT DI.Tapi sekarang, Embraier masuk lima besar produsen pesawat di dunia, sementara PT DI hancur. Berarti bukan masalah modal, masalah manajemennya serta profesional yang sangat lemah,”ungkapnya. Kondisi serupa pun juga dialami PT PAL.Sejak didirikan, hingga sekarang perusahaan galangan kapal ini belum bisa memenuhi kebutuhan kapal tempur.

Maka tidak mengherankan jika TNI, terutama Angkatan Laut (AL), masih bertumpu pada kapal-kapal perang impor yang kadang kala kondisinya sudah tidak memadai. Dari tiga industri pertahanan, hanya PT Pindadlah yang kondisinya cukup menggembirakan. Padahal, beberapa tahun lalu, saat kebutuhan alutsista diembargo AS, PT Pindad (persero) sebagai industri militer terkena dampaknya, terutama dalam pengadaan bahan-bahan pokok untuk pembuatan amunisi dan senjata yang sebelumnya diimpor dari Eropa.

Namun, Pindad justru semakin pintar dengan berusaha mencari alternatif pengadaan dari sumbersumber lain, dan itu sudah dibuktikan secara nyata dengan kegiatan produksi PT Pindad yang hingga kini berjalan lancar. Produk-produk hasil PT Pindad semisal senapan serbu jenis SS-1 maupun SS-2, sudah digunakan sebagai senjata api standar di beberapa kesatuan.Pun dengan amunisi serta berbagai kendaraan tempur produk mereka, juga sudah cukup memadai dari sisi kualitasnya. (thomas pulungan/ faizin aslam/ yani a/SINDO)